KENAPA HARUS
PEREMPUAN YANG DITERTIBKAN?
(Musayyidatul
Ummah)
Berangkat
dari kegelisahan saya beberapa bulan terakhir ini, sebuah judul yang mungkin
cukup menggelitik kita tentang fenomena yang ada disekitar kita, khususnya di
lingkungan aktifis perempuan. Kerap beberapa kali fenomena ini hampir
disekeliling kita, namun, kita hanya pasrah dengan keadaan ini dan tidak ada
upaya untuk penyadaran. Khususnya untuk penyadaran ini terhadap diri kita
sendiri.
makna
gender yang sering dimaknai kabur oleh masyarakat kita sering kali menjadi hal
yang bisa tidak bisa terelakkakn lagi. Salah satu factor pembentuk gender yaitu
factor social memang sulit sekali untuk masyarakat membedakannya apakah itu
kodrat ataukah itu gender. Makan kodrat yang berarti segala ketentuan yang
dimiliki manusia yang diberikan oleh tuhan terkadang menjadi kabur dengan makna
gender yang bermakna hasil konstruksi masyarakat yang menentukan perilaku
manusia dalam masyarakat. Peran seks dalam diri manusia menjadi suatu belenggu
dalam penentuan langkah mereka dimasyarakat. Ada batasan-batasan yang itu
terkadang tida kita sadari bahwasanya baik manusia yang memiliki kelamin
perempuan maupun laki-laki bisa dan memiliki hak yang sama dalam melkukannya.
Dalam
kasus ini saya mengangkat bagaimana kondisi kos yang kerap dalam dunia anak
rantau atau mahasiswa luar kota yang berdomisili sementar adisuatu tempat
menjadisasaran penekanan dalam gaya hidup mereka. Khususnya dalam kasus ini
adalah kps perempuan. Adanya batasan jam waktu mereka keluar dan masuk kos
kerap terjadi dilingkungan. Meskipun bagi mereka itu merupakan suatu hal yang
terkadang memang menguntungkan mereka dalam segi keselamatan dan kenyamanan,
namun dalam hal ini ada beberapa hal yang janggal. Bandingkan dengan kos
laki-laki yang lebihfleksibel waktunya dan cederun member kebebasan bagi
penghunidalam menetukan jam waktu seseuai dengan aktifitas mereka.
Coba
kita tengok beberapa tempat juga yang terkadang menjadi tempat yang terlarang
bagi perempuan dan perilaku yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan. Dan itu
sudah berlangsung lama dan para perempuan menikmati dan dan menjadikan ini
suatu kewajaran yang tidak mungkin mereka mentahkan dalam hidup bermasyarakat.
Masyarakat
kita masih mengaca pada bentuk fisik dalam hal ini seks perempuan yang memeliki
perbedaan dengan lawan jenis kita laki-laki yang dimana itu suatu hal yang
harus disikapi dengan hati-hati, dan jalan satu-satunya adalah engan cara
menertibkan perempuan dan sebagai konsekuensi nya adalah terbatasnya gerak
perempuan dalam menetukan jalan hidupnya serta redupnya pergerakan perempuan
dalam organisasi.
Pelebelan
atau yang sering disebut stereotip dalam diri perempuan menjadi patokan dalam
masayarakat kita bahwa tolak ukur itu yang menjadikan perempuan baik dan
sempurna. Perempuan dalam mata masyarakat yang terbentuk menjadi pribadi yang
anggun serta lemah lembut membuat perempuan seakan-akan menjadi kaum yang harus
diselamatkan dan harus diberdayakan sehingga dia menjadi pribadi yang sempurna
seperti harapan masyarakat yang membentuk.
Dalam
hal bersikap perempuan pun tanpa sadar kita telah ditertibkan oleh media, pola
hidup perempuan dalam hal ini sering terbentk oleh fashion dan media yang ada.
Cara berjalan dan duduk dan sikap mereka menjadi terjebak denagn fashion yang
mereka pilih. Media membeli mereka dengan model pakaian, kosmetik bahka
makanan. Dan lagi-lagi itu juga yangmembentuk pola gender dalam masyarakat
kita. Peran media yang membentuk mereka menjadi trend yang sering kali menjadi kiblat yang menertibkan mereka.
Dalam
tulisan ini kata menertibkan bukan berarti kita harus menentang dengan
konstruksi yang ada dalam masyarkat saat ini. Namun ini menjadi refleksi kita
agar kita sadardengan lingkungan disekitar kita yang menjadi buta dengan
kebutuhan dan konsep gender pada saat ini. Konsep gender yang seharusnya mampu
membebaskan manusia beralih menjadi norma-norma yang membedakan gerak antara
laki-laki dan perempuan yang seyogyanya memeiliki hak dan kemapuan yang sama
seiring denga karunia yang dimilki tuhan berdasarkan seks yang dimilki.